Pertahanan Nippon di Bengkulu Selatan (1942-1945)

Tank Jepang memasuki Medan 16 Februari 1942 
(Sumber foto: The Encyclopedia of Indonesia in Pacific War, 2010)

Oleh: Fadela Septi Wahyuni | Akademisi Pendidikan Sejarah



Dianggap daerah strategis dan benteng terdepan yang langsung menghadap Samudera Hindia, tentara Jepang membangun sejumlah perkubuan untuk menghadapi Sekutu. Meski kalah dan dipulangkan, sisa-sisa dan jejaknya masih bertahan hingga kini. 

Mendaratnya pasukan Jepang di daerah Bengkulu diawali dengan peristiwa besar pada pada 14 Februari 1942, Palembang dan sekitarnya berhasil di taklukkan oleh Jepang. Perlawanan yang dilakukan oleh Belanda pun tak terlalu berarti sehingga daerah ini dengan mudah dikuasai Jepang. Setelah itu pasukan tentara Jepang munuju daerah Bengkulu. Pada 24 Februari 1942 sekitar pukul 14:00 WIB masuklah bala tentara Jepang melalui Lubuk Linggau menuju Bengkulu dengan iring-iringan mobil baja dan truk militer lengkap dengan persenjataanya dibawah pimpinan Kolonel Kangki. Masuknya tentara Jepang ke daerah Bengkulu masih tetap dalam formasi perang. tidak ada perlawanan sama sekali yang dilakukan oleh Belanda, hal itu dikarenakan Bengkulu telah dikosongkan oleh serdadu mereka. Hanya terdapat beberapa pejabat Belanda diantaranya tuan Groenneveld (Dalip, 1992:82).

Tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) yang telah ditempatkan oleh Belanda di Kota Bengkulu sebelumnya, yang terkenal dengan kegagahannya melawan rakyat Bengkulu yang tidak bersenjata bukannya mempertahankan kota ini dan sekitarnya, malah melarikan diri seluruhnya ke arah selatan menuju Bintuhan untuk selanjutnya naik kapal menyelamatkan diri ke Australia (Siddik,1990:182). Rakyat Bengkulu berdiri di pinggiran jalan raya menyambut kedatangan Jepang, mereka menonton Iring-iringan konvoi bala tentara Nippon yang memasuki kota. 

Rakyat Bengkulu merasa ada suatu kelegaan dengan hancurnya pemerintahan kolonial Belanda (Ranni, 2015:40). Ada juga segelintir rakyat yang mengelu-elukan iring-iringan tentara Jepang tersebut dengan membawa bendera Jepang Hinomaru, hal ini mungkin dikarenakan oleh pengaruh propaganda mereka sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Penyerahan Pemerintahan Keresidenan Bengkulu dari kekuasaan Kolonial Belanda dibawah pimpinan Residen E Meyer kepada Kolonel Jepang Kangki dilakukan di Hotel Centrum kepunyaan pengusaha Belanda. Dengan dilakukan serah terima kekuasaan tersebut maka secara resmi Bengkulu selanjutnya berada dalam kekuasaan Pemerintahan Jepang.

Propaganda Saudara Tua
Pada awalnya rakyat Bengkulu menerima dengan baik kedatangan Jepang, mereka bersikap ramah dan bersahabat seperti bersaudara. Organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Bengkulu saat itu diantaranya Parindra berorientasi cukup baik dengan Jepang, bahkan menganjurkan masyarakat untuk menerima dengan baik kedatangan mereka. Untuk menarik simpati rakyat, pada masa Jepang rakyat bebas untuk masuk kedalam kantor residen. Rakyat Bengkulu ditanamkan akan jahatnya kolonialisme Belanda dan rakyat dibujuk untuk membantu Jepang untuk melenyapkan sisa-sisa pengaruhnya. Jepang segera mempropagandakan gerakan 3A (Nippon Pelindung Asia, Cahaya Asia, Pemimpin Asia).


Di lain sisi, pada bulan Maret 1943 Jepang berusaha membentuk satuan militer pribumi secara penuh, yaitu satuan militer yang dipimpin sendiri oleh orang-orang pribumi. Alasan satuan militer pribumi dibentuk dikarenakan situasi Perang Pasifik menjadi semakin gawat. Selain itu, Jepang tidak mungkin lagi menambah jumlah tentaranya dengan orang-orang Jepang asli. Tentara Jepang tinggal beberapa brigade lagi, yang prajuritnya sudah lelah berperang. Dalam pembentukan satuan militer pribumi ini terdapat dua golongan, Heiho dan Gyugun. Gyugun merupakan salah satu bentuk usaha Jepang melatih orang-orang Indonesia dalam keterampilan militer. Informasi penerimaan calon anggota Gyugun dimuat dalam surat kabar yang diizinkan terbit di Bengkulu kala itu.

Keadaan berbeda menjelang tahun 1944, pasukan Jepang semakin sering memasuki kampung-kampung penduduk di Bengkulu. Penduduk desa-desa pun gelisah dan takut dikarenakan Jepang mulai menunjukkan sifat aslinya, angkuh, kasar dan semena-mena. Tentara Jepang sering sekali merampas hasil sumber daya alam penduduk. Contohnya, merampas gudang-gudang beras penduduk desa dan dijual paksa kepada Jepang dengan harga yang sangat rendah. Roda pemerintahan hanya mengarah satu arah, mengarah untuk kemenangan Asia Timur Raya. Jepang memprioritaskan perang, perang dan perang (Tim Peneliti Sejarah Daerah Bengkulu. 1977:172).

D:\iphone\2021__10\IMG_5853.JPG
Meriam Pantai yang ditinggal Jepang di Bengkulu Selatan
(Sumber: Dok. Fadela)


Pembangunan Perkubuan
Tak menunggu waktu lama, sesuai dengan strategi perang Jepang untuk memenangkan perang Asia Timur Raya, dibangunlah kubu-kubu pertahanan seperti pillbox dan bunker di sepanjang garis pantai. Pembangunan kubu-kubu pertahanan ini menyerap banyak tenaga kerja rakyat pribumi. Rakyat pribumi ini yang dipaksa untuk bekerja membangun pillbox dan bunker.

D:\iphone\2021__10\IMG_5824.JPG
Salah satu bunker Jepang yang kini berada di tengah
perkampungan masyarakat. (Sumber: Dok. Fadela)

Rakyat yang tergabung dalam kerja paksa (romusha) sedikit sekali kemungkinan yang berhasil kabur dengan selamat, jika berhasil kembali ke rumah pun dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Khusus di Kabupaten Bengkulu Selatan, tentara Jepang membangun 20 unit bunker dan pillbox yang ketebalan dinding dan atapnya rata-rata 60 cm. Sedangkan dari satu bunker ke bunker yang lain terdapat parit penghubung, ukuran lebar paritnya 1 m dan kedalamannya 2 m dengan tujuan agar perpindahan tentara Jepang tidak diketahui oleh musuh. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Asmiwi Heryanto (2022), juru pelihara Situs Meriam Honisuit dan Bunker Jepang di Bengkulu Selatan.

D:\iphone\2021__11\IMG_5884.JPG
Salah satu bunker Jepang yang kini berada di tengah
perkampungan masyarakat. (Sumber: Dok. Fadela)

Bunker berjumlah dua puluh itu lokasinya berbeda-beda, sepuluh unit berlokasi di Kelurahan Belakang Gedung, lima unit bunker berada di Kelurahan Pasar Bawah, satu unit di Desa Ketaping dan empat unit berada di Desa Tanjung Aur. Dari 20 unit bunker tersebut, ada yang terhitung masuk ke lahan warga dengan lokasi yang cukup unik, misalnya  di teras rumah warga atau di dapur rumah warga. Akan tetapi ada juga bunker yang sudah jatuh ke pantai karena abrasi.

D:\iphone\2021__10\IMG_5840.JPG
Bunker Jepang yang kini berada di tengah
perumahan pendudukan (atas), dan di sebuah taman
tampak sisa-sisa dudukan meriam pantai
(bawah)

D:\iphone\2021__10\IMG_5829.JPG

Pada bulan Februari 1945, terjadi lagi serangan sekutu dari laut dan udara dengan sasaran Pantai Panjang. Kapal induk Amerika Serikat yang berlabuh di dermaga Pelabuhan Pulau Pagai mengirim pasukannya ke dekat Pantai Panjang. Meriam kapal sekutu pun berhasil menyerang sasarannya yaitu kapal-kapal Jepang yang berlabuh di dermaga, termasuk juga sebuah tangki penyimpanan minyak. Pada saat itu sekutu mengarahkan serangannya ke pertahanan Jepang di Pelabuhan Manna. Sesuai dengan data yang diperoleh penulis dari wawancara dengan Aswimi Heryanto, beliau mengatakan:  

"Pelabuhan Manna yang sekarang menjadi Pantai Pasar Bawah itu dulunya menjadi pertahanan Jepang. Banyak kapal-kapal sekutu berusaha menyerang pusat pertahanan militer Jepang di Pelabuhan Manna dulunya. Waktu pun berjalan, hingga tiba saatnya kekuatan militer Jepang sudah mulai melemah. Mereka tidak mungkin bisa mempertahankan kekuasaannya kembali, sejak saat itu mereka lebih memprioritaskan pengamanan darurat untuk melindungi diri, tidak terpikir lagi untuk melakukan tindakan rutin sebagaimana biasanya. Dalam kondisi melemah, pasukan Jepang sibuk memindahkan gudang senjata dan amunisi mereka dari Kota Bengkulu ke Kepahyang."

Hingga memasuki awal Agustus 1945, Jepang lebih banyak bersifat defensif menerima serangan/pemboman bertubi-tubi tentara sekutu. Pada 15 Agustus 1945, tentara Jepang yang telah menyatakan menyerah lebih banyak menghabiskan waktunya di sekitar pos dan tangsi. Hingga pasca 17 Agustus 1945 berita mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak tersebar merata di daerah-daerah Bengkulu. Contohnya di Kota Bengkulu, terdengar berita kemerdekaan tersebut pada minggu keempat Agustus 1945 dari mulut ke mulut, kepastiannya belum ditemukan, karena tidak ada penjelasan apa-apa. Setelah mendengar berita tersebut, ada beberapa rakyat yang yakin bahwa sudah merdeka, mereka berkumpul membuat kelompok-kelompok, menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, khususnya alat-alat senjata, ada yang bertugas menjaga penjagaan-penjagaan dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan serangan datang.

0 comments:

Post a Comment