![]() |
Lukisan tua di dinding bagian dalam piramida di Mesir (Sumber: egypttoursportal.com) |
Oleh:
Bambang Indro Kuswono, Mahasiswa Magister Pendidikan Sejarah UNY
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menyebutkan Indonesia sebagai salah satu peradaban kuno tertua di dunia. Meskipun begitu perhatian besar masih tertuju pada Mesir yang peradaban kunonya telah sedemikian maju. Mulai dari ilmu astronomi hingga arsitektur, berikut peradaban Mesir Kuno yang membuat takjub.
Mesir dan Sungai Nil merupakan dua objek yang saling berkaitan, hal tersebut dikarenakan tempat ini dikenal dengan peradaban serta kebudayaan yang sangat maju yang dimana rata-rata kehidupan masyarakatnya terpusat pada kawasan Sungai Nil. Kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sungai sebagai sumber kekuatan pada sektor pertanian, bergantung pada kenaikan permukaan air sungai untuk menimbulkan kembali lapisan tanah serta sangat tergantung kepada matahari untuk produksi hasil pertanian yang melimpah. Selain untuk irigasi pertanian, masyarakat pada kawasan Sungai Nil juga memanfaatkannya sebagai sarana transportasi seperti mengangkut bahan pokok, mineral, biji-bijian untuk didistribusikan dari satu daerah kepada daerah lainnya. Demikian sebagaimana dijelaskan dalam penelitian Cahyono berjudul Sungai Nil dan Kehidupan Masyarakat Mesir: Tinjauan Historis (2023).
Masyarakat yang berada di kawasan Sungai Nil menghargai perihal soal penampilan dan menjaga kebersihan badan. Mereka membersihkan diri di tepian sungai Nil menggunakan sabun dengan kreasi sendiri yang terbuat dari kapur serta lemak binatang. Agusman dalam Perkembangan Kebudayaan Mesir (2017), mengungkapkan masyarakat Mesir Kuno melakukan hal tersebut untuk merawat diri mereka serta menjadi daya pikat terhadap lawan jenis seperti bercukur untuk kaum laki-laki, menggunakan minyak wangi dan salep untuk menyegarkan kulit serta mengharumkan tubuh. Untuk kaum Wanita yang masuk kedalam kelas tinggi/kerajaan menggunakan wig, kosmetik dan perhiasan sebagai eksistensi strata dari wanita tersebut.
![]() |
Huruf hiroglif yang digunakan di era Mesir kuno (Sumber: egypt-museum.com) |
Adapun hasil kebudayaan lain yang berada disekitaran kawasan Sungai Nil diantaranya sistem aksara. Pengetahuan masyarakat pada kawasan Sungai Nil telah mengalami kemajuan yang dibuktikan dengan memiliki aksara simbol-simbol atau hieroglif. Adapun media hurufnya adalah menggunakan huruf paku yang tertera dalam kertas papyrus ataupun memahatnya di bebatuan. Setiawati dalam Sumbangan Peradaban Mesir Kuno Bagi Kehidupan di Dunia (2023), menjelaskan bahwa bahan tinta yang digunakan untuk menulis diatas papyrus tercipta dari campuran air dengan jelaga mineral-mineral yang berwarna. Masyarakat yang bekerja di sekitar Sungai Nil memiliki beragam profesi, seperti seniman, ahli tulis, ahli, astronomi, dokter, pedagang, petani dan lain sebagainya.
Mesir Kuno juga mengenal aksara dan bahasa demotik. Bahasa demotik memiliki bentuk yang lebih simpel daripada bahasa hieroglif. Masyarakat ini mengenali bentuk tulisan hieroglif berwujud gambar. Tulisan tersebut ditemukan pada dinding Piramida, tugu obelisk dan daun papyrus yang terdiri dari gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan serta benda-benda yang dimana setiap lambangnya memiliki arti makna. Akan tetapi hieroglif tidak memiliki huruf vokal, semua hurufnya adalah konsonan dan cara membaca tulisan tersebut juga bisa bervariasi, dapat dibaca dari arah kiri kekanan maupun sebaliknya (Fiizha, Dinamika Perkembangan Kebudayaan di Persia dan Mesir Kuno, 2020).
Masyarakat Mesir Kuno pada bidang pengetahuan konsen dengan ilmu astronomi & ilmu matematika. Mereka menggunakan kedua bidang ilmu tersebut untuk memperkirakan dan menghitung pasang surut Sungai Nil serta pembangunan Piramida. Adapun fungsi yang lain adalah utuk penyelesaian masalah pengairan irigasi. Masyarakat di tepian Sungai Nil juga memanfaatkan ilmu astronomi sebagai perhitungan kalender dalam bidang pertanian. Berkat dari hasil itulah mereka menumbuhkan jenis-jenis tanaman/pohon untuk mendukung keberlangsungan kehidupan mereka, salah satu hasilnya adalah yakni Pohon Papirus. Pohon tersebut bentuknya menyerupai ilalang dan memiliki banyak manfaat seperti sebagai bahan dasar untuk pembuatan rakit, kertas, tali, dan lain sebagainnya.
Sistem pengetahuan juga membuat mereka berpikir perihal kepercayaan, bahwa mereka percaya setiap yang utuh itu merupakan wadah bagi roh dan kehidupan sesudah mati. Masyarakat Mesir Kuno mencari cara bagaimana tubuh untuk orang yang sudah meninggal ini tetap utuh, mereka pun menemukan sebuah cara pengawetan jasad biologis yakni dengan mengoleskan balsem ke mayat supaya awet selama beribu-ribu tahun yang dimana dikenal dengan mumi. Mumi adalah mayat yang dibungkus ataupun dikeringkan dengan bahan semacam perban. Adapun kegunaannya adalah untuk mencegah terjadinya pembusukan mayat dikubur dalam pusaran berongga.
Sistem penanggalan pertama kali yang di muka bumi ini adalah sistem penanggalan dari Mesir Kuno yang dimana penanggalan inilah yang menjadi dasar untuk penanggalan Julian dan penanggalan Gregorius yang digunakan oleh banyak negara. Masyarakat Mesir membagi musim menjadi 3 dan masing-masing musim adalah 4 bulan dalam sistem penanggalan tersebut, kemudian membagi hari dengan 1 hari sama dengan 24 jam, 12 jam untuk hitungan siang dan 12 jam lebihnya untuk hitungan malam. Dalam penelitian berjudul Penanggalan Mesir Kuno oleh Soderi (2018), mengkisahkan pada tahun 238 SM Mesir Kuno mulai menggunakan aturan tahun kabisat menjadikan waktu 1 tahun = 365 ¼ hari. Dengan menjadikan tiap-tiap tahun keempat sebagai tahun kabisat dengan jumlah hari 366, meskipun penggunaan ini tidak dipatuhi secara konsisten tetapi diterapkan secara konsisten di masa sistem penanggalan Julian & Gregorius.
![]() |
Piramida Giza dan patung Sphinx (Sumber: admiddleeast.com) |
Sebuah agama lahir dari adanya peradaban yang terjadi, masyarakat kawasan Sungai Nil memiliki kepercayaan adanya banyak Dewa (Politeisme). Mereka percaya apabila terjadi banjir ditepi sungai, maka air sungai yang terus menerus mengalir itu merupakan tangisan dari Dewa Isis yang tengah sibuk menyusuri sepanjang aliran sungai untuk mencari jenazah putranya yang gugur dalam peperangan. Mereka juga percaya dengan adanya Dewa Matahari atau Amon Ra, diyakini sebagai makhluk surgawi pencipta alam, ketertiban semesta, serta kehidupan dan merupakan dewa tertinggi. Bangsa Mesir Kuno mempercayai bahwa Dewa Ra melewati langit dengan perahu sepanjang hari (mewakili siang) dan melakukan perjalanan melalui bawah (bumi) pada malam hari (mewakili malam). Dewa Anubis diyakini oleh masyarakat Kawasan Sungai Nil untuk bertanggung jawab dalam menyiapkan tubuh yang dibuat mumi. Dewa-dewa Mesir Kuno ini digambarkan seperti hewan atau setengah manusia. Hasil kajian Fitriani dan Nabila dalam Historisitas Agama Mesir Kuno Dalam Perspektif Al-Qur’an, (2023) mengungkapkan terdapat pula dewa yang dipercayai sebagai pelindung untuk rakyat Mesir Kuno, yakni Dewa Horus, yang menurut silsilah mitologinya merupakan anak dari Isis & Osiris. Dalam kuil di Mesir, Horus dipuja sebagai dewa langit, dewa perang, dan dewa pelindung yang digambarkan dengan sosok manusia berkepala rajawali.
Masyararakat Mesir mempercayai ketika setiap individual terdiri atas fisik dan spiritual. Selain jasad, manusia pun memiliki swt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa), serta identitas/nama yang dimana mereka percaya bahwa jantung merupakan pusat dari emosi dan pikirian. Setelah kematian, hal yang menyangkut spiritual akan lepas dari jasadnya dan bisa bergerak kemanapun, tetapi ketika memerlukan jasad mereka (bisa diganti dengan patung) sebagai tempat pulang. Adapun tujuan mereka meninggal adalah untuk mempersatukan lagi ka dan ba dan menjadi “roh yang diberkahi”. Demi mencapai keadaan tersebut, mereka yang meninggal akan diadili, jantung mereka akan ditimbang dengan “bulu kejujuran” serta jika pahalanya cukup, roh ini diperbolehkan untuk tetap tinggal dibumi dalam bentuk spiritual.
0 Comments