![]() |
| Pemimpin Permesta Ventje Sumual saat memberikan pidato di Minahasa September, 1957 (Sumber: IPPHOS via kompas.com) |
Oleh: Eka Iskandar M dan Hendoyo | Pegiat Sejarah di Pontianak
Operasi rahasia CIA dalam membantu perwira-pejabat daerah yang anti terhadap Jakarta, namun terbongkar setelah pilotnya berhasil ditembak jatuh oleh AURI dan disidangkan pada 1958.
Perjuangan bangsa Indonesia melawan disintegrasi bangsa memang tidak mudah, terdapat berbagai pergolakan yang terjadi di Indonesia. Pergolakan yang terjadi misalnya pada era 1950-an terjadi di Sumatera Barat yang diinisiasi oleh kelompok perwira TNI dan pejabat daerah yang menamakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan di Sulawesi yang dipelopori oleh Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Awal mula pergolakan terjadi di Sumatera Barat, pada tanggal 15 Februari 1958 oleh Letnan Kolonel Achmad Husein. Ia mendirikan sebuah gerakan yang bertujuan menyelamatkan negara Republik Indonesia. Gerakan tersebut akhirnya mendirikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan lokasi pemerintahan di Bukittinggi yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri PRRI.
Setelah itu pada tanggal 2 Maret 1957 terbentuklah gerakan yang mendukung PRRI di wilayah Sulawesi yaitu Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Tokoh-tokoh yang termasuk kedalam Permesta antara lain Letnan Kolonel Ventje Sumual, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, Mayor Gerungan, serta Letnan Kolonel Saleh Lahade. Pada saat pembentukannya, Permesta berpusat di daerah Makassar, Sulawesi Selatan. Akan tetapi pusat komando gerakan berada di Manado, Sulawesi Utara.
Dengan demikian Gerakan PRRI dan Permesta pada saat itu sering disebut dengan PRRI/Permesta. Atas keberhasilan diproklamirkannya PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi, akhirnya pemerintah membuat suatu keputusan untuk menumpas gerakan-gerakan yang dianggap memberontak.
Pergolakan yang dilancarkan PRRI/Permesta dikemudian hari tidak terlepas dari bantuan dan dukungan oleh Central Intelligence Agency (CIA). Keterlibatan intelejen Amerika Serikat itu, membuat hubungan diplomatik dengan Indonesia menjadi renggang. Keterlibatan Amerika Serikat bukan karena tidak sengaja, sebab disebut-sebut juga sebagai bagian dari strategi negara itu menghadapi perang dingin antara 1950an sampai 1960an.
Aksi pendekatan dari CIA terhadap PRRI menjadi semakin terlihat setelah adanya kompromi-kompromi yang gagal antara perwira daerah sebuah istilah untuk “kolonel pembangkang” dengan Jakarta pada bulan April 1957.
Pada masa pemerintahan Presiden Dwight D. Eisenhower, Menteri Pertahanan AS John Foster Dulles dan saudaranya, Allen Dulles yang menjabat sebagai Direktur CIA, menganggap bahwa pemerintah dan militer Indonesia sedang melemah di bawah pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sesuai dengan Eisenhower Doctrine yang dirancang oleh Dulles sendiri, para pejabat pemerintah AS akhirnya memutuskan untuk membantu perwira-perwira militer di daerah yang merasa terasingkan dari sentralisasi kekayaan dan kekuasaan di Jawa serta birokrasi republik yang mengabaikan kondisi ekonomi di luar Jawa. Dukungan Amerika Serikat terhadap gerakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi pada tahun 1958 sangat kental dengan dukungan bantuan udara dan laut yang disediakan oleh AU dan AL Amerika Serikat di Pasifik.
Keterlibatan Amerika Serikat dalam pergolakan ini tidak dapat disangkal lagi setelah peristiwa ditembaknya pesawat bomber PRRI/Permesta yang diawaki oleh seorang pilot CIA bernama Allen Pope oleh pilot AURI Kapten Udara Ignatius Dewanto. Pope yang pada saat itu tengah menerbangkan pesawat bomber B-26 Invader dalam sebuah misi pemboman, menjadi sebuah duri dalam daging bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat di wilayah itu bahkan di mata dunia. Pola keterlibatan Amerika Serikat dalam dinamika politik di Indonesia terlihat sangat jelas. Kebijakan pemerintahan Amerika Serikat yang tadinya mendukung keluarnya Belanda dari Indonesia pada 1949, ternyata hanya menghasilkan Indonesia di bawah Soekarno yang menurut negara itu semakin condong ke arah Blok Timur.
| Allen Pope, pilot CIA tengah diadili di Jakarta 28 Desember 1959 (Sumber: Wikimedia) |
Terjadinya kerjasama antara PRRI/Permesta yang ada di Sumatera dan Sulawesi dengan Amerika Serikat yang menentang pemerintah pusat, meliputi rencana pembelian dan pengiriman senjata melalui Singapura. Hal tersebut membuktikan adanya kebijakan Amerika Serikat di Asia Tenggara terutama di Indonesia, yang menginginkan untuk memimpin blok barat dalam persaingan komunis/blok timur.
Sebagai suatu motif dasar keterlibatan negeri Paman Sam dalam membantu gerakan PRRI/PERMESTA, ialah sebagai pencegahan lebih luasnya penyebaran paham komunisme. Bantuan Amerika Serikat ini menjadikan jalan untuk PRRI dan Permesta untuk semakin memperbesar gerakan dan menyerang Indonesia, sehingga membuat banyak kemajuan. Tindakan seperti ini terus terjadi hingga waktu pertengahan bulan Mei 1958 saat pemerintah Indonesia mampu menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dan menghancurkan beberapa pesawat dan mengambil kendali daerah-daerah tersebut.
Keterlibatan Negara Paman Sam dalam pemberontakan PRRI/Permesta membuat Indonesia marah. Pemerintah Indonesia akhirnya membuka keterlibatan Amerika Serikat di dalam forum Konferensi Asia Afrika II yang dianggap saat yang paling tepat untuk membuka keterlibatan negara itu. Menteri Luar Negeri Indonesia, Subandrio, telah menyiapkan pengumuman yang akan disampaikan. Meskipun akhirnya konferensi tersebut batal untuk dilaksanakan, tetapi hal ini tidak membuat Indonesia patah arah untuk menunjukan pada dunia kesalahan Amerika ini.
Subandrio lalu memberikan kesaksian kepada wartawan harian terbesar di Kairo, Mesir. Setelah itu, hubungan Amerika Serikat dan Indonesia semakin tidak baik dan memberikan perubahan pada politik luar negeri Indonesia yang semula dekat dengan negara barat lalu makin hari semakin ke arah kiri. Indonesia lebih dekat dengan negara blok timur dan lebih menjaga jarak dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Bahan Pustaka:
Aryasahab, D. F. (2023). Sejarah PRRI/Permesta: Awal mula Munculnya Otonomi Daerah Secara Menyeluruh di Indonesia. Historis: Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah, 8(1), 37-44.
Rachmat, Redi. Tantangan
dan Rongrongan Terhadap Keutuhan dan Kesatuan Bangsa: Kasus PRRI.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1992.
Sarilan, S. (2020). The Negation Of PRRI In High School History Textbooks. Journal of History Education and Religious Studies, 1(1), 40-51
---
Penulis: Eka Iskandar M, Hendoyo
Editor: Liya, Nadia Agustina

0 Comments