ANNOUNCEMENT

News Ticker

7/recent/ticker-posts

Peristiwa Mandor, Belajar dari Sejarah, dan Masa Depan Kalimantan Barat

Upacara Peringatan Hari Berkabung Daerah di Makam Juang Mandor, Kabupaten Landak
(Dok. Dinsos Pemprov Kalbar, 2024)

 

Oleh: Adityo Darmawan Sudagung

(Dosen Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura, Mahasiswa Doktoral University of Vienna)


Masih belum dirasakan adanya keseriusan dari pemerintah dalam memaknai dan menjiwai arti penting Peristiwa Mandor 1944 yang telah mempengaruhi perjalanan sejarah di Kalimantan Barat. Dengan kata lain, Hari Berkabung Daerah yang diperingati setiap 28 Juni masih kegiatan 'seremonial' dan formalitas.


Tulisan ini berangkat dari renungan penulis atas kondisi sumber daya manusia di Kalimantan Barat. Renungan itu dibarengi dengan ingatan atas Peristiwa Mandor atau dalam beberapa literatur berbahasa Inggris ditulis Pontianak Incident di tahun 1943-1944 Salah satu pemantiknya adalah unggahan video di Instagram yang memperlihatkan suasana pagi hari di sekitaran bundaran Tugu Digulis dan Taman Sepeda Pontianak, sekitar kawasan pendidikan Universitas Tanjungpura dan berada di tengah Kota Pontianak, yang dipenuhi sampah bekas makanan dan minuman. Penulis kemudian juga teringat akan kebiasaan oknum warga Pontianak yang melempar sampah di pinggiran Sungai Kapuas, pembakaran lahan hampir setiap tahun yang berujung pada kabut asap, ketimpangan kualitas pendidikan, dan mudahnya terjadi gesekan antar etnis dan agama tiap kontestasi politik. Puncaknya adalah renungan penulis atas peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat yang selalu berada di lima terendah se-Indonesia (kalbarprov.go.id, 2022). Bahkan merupakan yang terendah di Pulau Kalimantan.

    Lantas, kenapa penulis juga teringat Peristiwa Mandor? Ooi Kiat Gin dalam buku The Japanese Occcupation of Borneo, 1941-1945, menyebutkan peristiwa tersebut menewaskan raja dan kerabat kerajaan, intelektual, tenaga medis, tokoh masyarakat lintas etnis, pebisnis, dan juga warga negara asing. Jumlah korban yang tewas bervariasi dan sejauh ini terdapat dua versi, yaitu 1.500 dan 21.037 jiwa. Beberapa publikasi terdahulu menjelaskan Peristiwa Mandor terjadi karena kecurigaan pemerintah kolonial Jepang atas rencana makar yang akan dilakukan oleh petinggi kerajaan-kerajaan Melayu di Kalimantan Barat dan juga tokoh pergerakan kemerdekaan, menurut penelitian Mary Somers Heidhues  berjudul The Makam Juang Mandor: Monument Remembering and Distorting of History of the Chinese of West Kalimantan (2005). Atas dasar dugaan tersebut, Jepang menangkap mereka sejak Oktober 1943 dari masing-masing lokasi dan mengeksekusi para korban pada 28 Juni 1944 di Mandor. Proses eksekusi baru diumumkan oleh Jepang pada awal 1 Juli 1944 melalui koran Borneo Shinbun.

    Apakah Peristiwa Mandor yang terjadi 80 tahun lalu sangat berdampak pada kondisi Kalimantan Barat saat ini? Pertanyaan ini sudah pernah dijawab oleh Prabowo dalam penelitiannya berjudul Peristiwa Mandor 28 Juni 1944 di Kalimantan Barat: Suatu Pembunuhan Massal di Masa Pendudukan Jepang (2019), dengan menjelaskan tiga dampak, antara lain menyebabkan Kalimantan Barat kehilangan generasi unggul, mengganggu stabilitas 12 kerajaan Melayu di Kalimantan Barat, dan resistensi pada Jepang lewat aksi gerilya. Meski demikian, tulisan ini mencoba menyambung penjelasan di atas dengan mencari sudut pandang lain. Yaitu, dengan melakukan refleksi atas peristiwa tersebut, menyampaikan evaluasi penulis atas proses mengingat peristiwa sejarah tersebut yang tidak begitu banyak berdampak pada pembangunan di Kalimantan Barat, dan mengusulkan beberapa solusi. Dengan demikan, tulisan ini terbagi menjadi: (1) kritik atas upaya mengenang Peristiwa Mandor yang selama ini telah dilakukan, (2) mempelajari Peristiwa Mandor sebagai pembelajaran untuk membangun Kalimantan Barat yang lebih baik di masa depan, dan (3) mengusulkan pengemasan kenangan atas Peristiwa Mandor melalui pembelajaran sejarah yang inovatif.

 

Ktitik atas Upaya Mengenang Peristiwa Mandor

Setelah lebih dari 80 tahun kejadian tersebut, tidak banyak hal yang benar-benar dipelajari dan kemudian berdampak bagi pembangunan yang lebih baik. Bahkan terkesan Peristiwa Mandor hanya menjadi fenomena sejarah yang dikenang secara tahunan saja di tingkat lokal. Menurut penulis, Peristiwa Mandor ini baru sebatas diingat tanpa banyak tindak lanjut untuk bekal pembangunan masa depan. Peringatan tahunan mengacu pada Pasal 5 Peraturan Daerah Kalimantan Barat No. 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor sebagai Hari Berkabung Daerah dan Makam Juang Mandor sebagai Monumen Daerah Provinsi Kalimantan Barat dengan wajib melakukan pengibaran bendera setengah tiang, upacara bendera di instansi vertikal, pemda, dan pendidikan dan melakukan upacara serta ziarah di Makam Juang Mandor pada tanggal 28 Juni. Fidelis dan Lestari dalam tulisannya berjudul Tragedi Mandor Berdarah: Korban Kekejaman Jepang yang Makin Pudar Dalam Ingatan, menyatakan peristiwa ini belum benar-benar diajarkan sebagai bagian dari pelajaran sejarah di sekolah dan dipahami generasi muda. Jarang pula ada diskusi publik mengenai peristiwa tersebut yang diadakan oleh kampus. Termasuk belum terealisasi kewajiban Pemda pada pasal 8 ayat 3 dari perda tersebut untuk “menyusun dan menerbitkan Buku Sejarah Pergerakan Nasional Melawan Penjajahan di Kalimantan Barat yang memuat secara lengkap fakta peristiwa Mandor yang memenuhi standar ilmiah”.

    Kemudian, kemegahan Makam Juang Mandor sebagai objek wisata belum secara maksimal diberdayakan. Makam Juang Mandor hanya terkenal sekitar tanggal 28 Juni karena peringatan Hari Berkabung Daerah. Keterbatasan akses kendaraan umum ke kawasan tersebut dan kurang dipopulerkannya objek wisata tersebut membuatnya tidak begitu berkembang. Belum banyak promosi wisata religi dan sejarah yang dikemas untuk mempromosikan Makam Juang Mandor dibandingkan dengan peristiwa tahunan seperti Imlek, Cap Go Meh, dan Gawai Dayak. Padahal Kalimantan Barat yang begitu kaya akan peristiwa sejarah memiliki potensi besar untuk dikenal. Tidak hanya itu, menurut penuturan salah satu kolega, tadinya terdapat sebuah tugu di depan Kantor Pos lama untuk mengenang pembantaian Jepang, namun diganti dengan monumen batu kecil di sekitar Tugu Pancasila. Beberapa objek sejarah ini bisa dapat dimaksimalkan promosinya untuk menarik minat masyarakat dalam melakukan wisata napak tilas sejarah.

    Penulis berpendapat mengenang saja tidak cukup. Masyarakat Kalimantan Barat perlu mempelajari peristiwa ini dengan serius dan mengambil banyak pelajaran untuk persiapan melompat melampaui ketertinggalan yang ada selama ini. Posisi Kalimantan Barat strategis karena berada di pulau yang sama dengan Ibu Kota Nusantara serta berbatasan dengan Sarawak dan Laut Tiongkok Selatan yang merupakan jalur perdagangan internasional. Secara jarak, Pontianak juga berjarak kurang lebih 90 menit penerbangan dari Jakarta yang merupakan pusat perekonomian Indonesia. Sehingga jika dimanfaatkan dengan baik, posisi ini dapat bermanfaat bagi pembangunan wilayah Kalimantan Barat. Pada bagian selanjutnya, tulisan ini akan menjelaskan beberapa pelajaran yang bisa didapat dari Peristiwa Mandor.

 

Belajar dari Peristiwa Mandor untuk Masa Depan Kalimantan Barat

Pertanyaan utama di bagian ini adalah: Bagaimana menjadikan sejarah sebagai landasan masa depan? Cara yang terpikir adalah dengan mempelajarinya. Bukankah sejarah adalah guru yang terbaik? Pfaff-Czarnecka dalam tulisannya berjudul From ‘Identity’ to ‘Belonging’ in Social Research: Plurality, Social Boundaries, and the Politics of the Self, peristiwa bersejarah dalam bentuk memori kolektif dapat menjadi salah satu unsur kesamaan yang mempererat rasa memiliki kelompok masyarakat. Seperti misalnya, bangsa Indonesia yang terikat atas perasaan bersama sebagai bangsa jajahan Belanda dan Jepang yang jauh sebelumnya pernah bernaung dalam kerangka Nusantaranya Majapahit. Di samping itu, kasus kelompok Iban dan Bidayuh lintas batas Indonesia dan Malaysia juga mendasari keterikatan mereka pada kenangan masa lalu sebagai satu kelompok yang terpisah akibat perjanjian antara Belanda dan Inggris. Demikian dalam penelitian berjudul Kinship of Bidayuh Dayak Ethnic at The Border of Entikong-Indonesia and Tebedu-Malaysia oleh Efriani, Hasanah, dan Bayuardi (2020).  Begitu juga contoh dari rasa memiliki orang Tionghoa atau India di seluruh dunia yang merantau jauh menjadikan kenangan atas kampung halaman sebagai salah satu pengikat mereka di perantauan.

    Memori kolektif atas Peristiwa Mandor dapat mendorong meningkatnya rasa memiliki masyarakat Kalimantan Barat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa korban terdiri dari masyarakat lintas kelas, etnis, dan agama, mestinya menjadikan masyarakat sekarang sadar bahwa sejak dulu Kalimantan Barat terdiri dari masyarakat yang majemuk. Kemajemukan ini patut disadari dan dirawat bersama. Gesekan antar kelompok kelas, etnis, dan agama mestinya bisa lebih dikesampingkan dan lebih mengutamakan kepentingan bersama. Pelajaran dari Peristiwa Mandor juga dapat diikuti dengan refleksi dari beberapa kerusuhan etnis yang terjadi di Kalimantan Barat pada periode 1998-2001 bahwa konflik antar kelompok masyarakat tidak membawa kemajuan.

    Hal lain yang juga dapat dipelajari dari Peristiwa Mandor adalah membangun komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Benturan tidak hanya bisa terjadi antar kelompok masyarakat. Peristiwa Mandor memperlihatkan bagaimana dugaan dan kecurigaan dapat menjadi pemicu konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Belajar dari hal tersebut, sebaiknya pemerintah di Kalimantan Barat juga membuka saluran komunikasi yang baik dengan masyarakat. Selain untuk mencegah adanya konflik, komunikasi yang baik juga dapat menjadi jembatan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dalam proses pembangunan dan juga menyamakan persepsi atas rencana pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah.

    Pelajaran lainnya dari Peristiwa Mandor adalah melakukan perenungan atas pentingnya pendidikan yang merata bagi seluruh kalangan. Salah satu kerugian dari pembunuhan massal di Mandor adalah hilangnya generasi terpelajar yang saat itu jumlahnya sedikit. Sehingga belajar dari Peristiwa mandor, perlu ditingkatkan upaya untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas dan menyeluruh kepada seluruh masyarakat Kalimantan Barat.

    Menurut penulis, sudah waktunya para akademisi dan pejabat di Kalbar perlu sama-sama duduk memaknai kembali Peristiwa Mandor dengan lebih dalam. Tidak hanya sebatas perayaan tabur bunga tahunan, pengibaran bendera setengah tiang, dan memperingatinya sebagai hari berkabung daerah. Tapi, mulai dari merevisi kesalahan penulisan pada Perda Nomor 5 Tahun 2007, melakukan penelitian untuk melakukan verifikasi jumlah korban, upaya diplomatis kepada Jepang, dan aksi nyata untuk mengenalkan dan merawat kenangan atas Peristiwa Mandor dengan lebih baik kepada masyarakat dan generasi muda.


Mengemas Peristiwa Mandor Melalui Pembelajaran Sejarah yang Inovatif

Namun, harus disadari mengajarkan sejarah adalah tantangan di Indonesia. Karena sering ada kritik terhadap pengajaran sejarah yang terlalu kaku dan membosankan. Sehingga penting memikirkan bersama bagaimana cara membuat pelajar dan masyarakat menyenangi (pelajaran) sejarah? Berdasarkan pengalaman pribadi penulis ada dua hal yang membuat ketertarikan atas sejarah itu meningkat: kemampuan guru mengajar dan akses literatur sejarah yang menarik. Penulis merasa bersyukur dapat mengenal sejarah berkat cara mengajar dari guru sejarah di SMPN 3 dan SMAN 3 Pontianak. Di samping itu, penulis juga berterima kasih pada orang tua yang memperkenalkan buku 30 Tahun Indonesia Merdeka yang menyajikan sejarah Indonesia dengan narasi yang menarik disertai foto-foto.

   Di era yang maju dengan perkembangan teknologi tentunya tantangan zaman berbeda untuk mengajar dan mempopulerkan sejarah lokal di sekolah dan kampus serta untuk masyarakat. Penulis menemukan sudah ada banyak alternatif pembelajaran dan pengajaran sejarah di Kalimantan Barat yang dikemukakan oleh para akademisi pendidikan sejarah. Contohnya penggunaan aplikasi berbasis android (Firmansyah dan Bibi 2020), pemanfataan film dokumenter (Firmansyah, Putri, dan Maharani 2022), menggali potensi budaya dan sejarah lokal untuk diajarkan di sekolah-sekolah (Putri dkk. 2021; Firmansyah dkk. 2022), dan pemanfaatan museum atau situs sejarah (Mohammad Rikaz Prabowo 2011; Miyaturina dan Mirzachaerulsyah 2021). Temuan-temuan mereka dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi objek dan fenomena sejarah yang ada di Kalimantan Barat supaya lebih dikenal oleh masyarakat.

    Di samping itu, penulis mengusulkan untuk mengadakan kegiatan luar kelas, seperti diskusi publik berkala, penulisan naskah populer, dan pembuatan video animasi. Kegiatan diskusi publik, baik daring atau luring, diharapkan mampu merangsang minat masyarakat dan generasi muda untuk saling bertukar pikiran menyikapi peristiwa Mandor. Selain itu, contoh artikel dari Fidelis dan Lestari (2023) yang bernostalgia melalui sudut pandang para keluarga menjadi menarik karena mampu merekam kenangan lewat tulisan yang disertai foto-foto. Penggunaan video animasi juga dapat berguna mengenalkan sejarah dengan sajian yang lebih menarik dan kekinian. Salah satu contoh yang dapat ditiru adalah proyek video musik Wonderland Indonesia dan The Guardian of Nusantara karya Alffy Rev (2021; 2024). Video musik yang beliau produksi menyajikan musik nasional dan daerah dengan teknologi Computer Generated Imaginery (CGI) dan mempunyai narasi yang apik untuk memukau dan meningkatkan ketertarikan penonton serta membangun rasa bangga atas Indonesia. Guru dan pemerintah dapat bekerja sama dengan pelaku industri kreatif di Kalimantan Barat atau Indonesia untuk mencoba mewujudkan program ini. Model kemitraan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut dapat diduplikasi untuk objek atau peristiwa sejarah lain di Kalimantan Barat.

    Selama ini Peristiwa Mandor telah dikenang sebagai bagian dari sejarah kelam di Kalimantan Barat. Kenangan itu juga telah dilembagakan lewat peraturan daerah. Namun, kenangan tidak hanya cukup untuk diingat. Peristiwa Mandor menyajikan berbagai pelajaran, antara lain kesadaran atas Kalimantan Barat yang majemuk dan memiliki semangat perjuangan yang tinggi, membangun komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk menunjang pembangunan daerah, dan pentingnya pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh masyarakat Kalimantan Barat.

    Beberapa pelajaran tersebut perlu terus dirawat dan didiseminasikan agar dapat menjadi modal bagi pembangunan Kalimantan Barat. Lompatan besar perlu dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengajarkan dan mengajak masyarakat serta generasi muda akan pentingnya sejarah bagi pembangunan di Kalimantan Barat. Alternatif yang dapat dilakukan, antara lain adalah penggunaan teknologi digital, pemanfaat museum atau situs Makam Juang Mandor dan film dokumenter sebagai media belajar, menginisiasai diskusi publik tentang peristiwa tersebut, produksi karya ilmiah atau populer, dan produksi video animasi. Dengan demikian Peristiwa Mandor dapat dikenang lebih baik dengan cara yang lebih menarik dan terasa bagi masyarakat dan generasi muda.


Editor: M. Rikaz Prabowo

Post a Comment

0 Comments