ANNOUNCEMENT

News Ticker

7/recent/ticker-posts

Tradisi Keleleng dan Jejak Sejarah Masyarakat Bugis di Teluk Pakedai

Salah satu tahapan dalam tradisi menanam padi 'keleleng' yakni menutupi benih 
yang akan disemai. (Dok. M. Rafi'i)

Pewarta: Angela Windi Djaskiandini


Keleleng, tradisi tanam padi yang termasuk sistem pengelolaan sawah kolektif tradisional. Sarat makna dan nilai, menggabungkan rapalan, adat istiadat, dan pengetahuan tradisional. Hingga saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Bugis di Kecamatan Teluk Pakedai, Kubu Raya.

Istilah Keleleng mungkin terdengar asing bagi masyarakat awam. Namun, bagi warga Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, keleleng merupakan bagian dari kearifan lokal yang hingga kini masih dilestarikan. Tradisi ini hidup dan berkembang di tengah masyarakat sebagai bentuk kerja kolektif dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam merawat padi.

Secara historis, tradisi keleleng diyakini berasal dari masyarakat Bugis di Sulawesi yang bermigrasi ke Kalimantan Barat, dan salah satu tempatnya adalah di Kecamatan Teluk Pakedai. Populasi masyarakat Bugis disini menurut tutur lisan telah eksis sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Migrasi ini tidak sepenuhnya meninggalkan kebudayaan lama masyarakat Bugis, melainkan tetap mempertahankan sistem pertanian yang telah dilakukan turun temurun dan kemudian mengalami penyesuaian atau akulturasi.

Dalam praktiknya, keleleng berfungsi sebagai sistem kerja bersama yang mencakup berbagai tahapan pertanian, mulai dari membuka lahan, menanam padi, merawat tanaman, hingga masa panen. Seluruh proses tersebut dilakukan secara gotong royong oleh warga. Tidak hanya meringankan beban pekerjaan, keleleng juga berperan penting dalam mempererat hubungan sosial antar anggota masyarakat.

Berangkat dari nilai-nilai tersebut, tim peneliti yang terdiri dari Muhammad Rafi’i, Gunawan, dan Redia Yosianto berupaya memperkenalkan tradisi keleleng kepada masyarakat luas, khususnya di wilayah Teluk Pakedai II. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan diseminasi seminar hasil penelitian bertajuk “Keleleng: Tradisi Lisan Orang Teluk Pakedai dalam Merawat Padi”.

Kegiatan diseminasi dilaksanakan pada Minggu, 21 Desember 2025, dan difasilitasi oleh Program Pemajuan Kebudayaan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XII Kalimantan Barat. Acara berlangsung di kediaman Muhammad Salihin, Parit Guru Haji Amin, Desa Teluk Pakedai II. Tradisi keleleng tidak hanya berupa proses sosial dan interaksi petani Bugis di desa itu, namun juga berisi mantra/rapalan atau doa-doa saat menanam. Sebagai sebuah identitas budaya, ada pesan dan makna tersirat dari tradisi ini untuk senantiasa memelihara persatuan dan tawakkal kepada yang maha kuasa. 

Diseminasi 'Keleleng' di Teluk Pakedai (21/12)
(Dok. Windi)

Acara diawali dengan sambutan hangat dari Kepala BPK Wilayah XII Kalimantan Barat, Juliadi. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa pengenalan tradisi keleleng diharapkan dapat membuka pemahaman masyarakat terhadap nilai budaya yang terkandung di dalamnya. “Tradisi keleleng ini memiliki potensi untuk diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, tentu dengan catatan kajian sejarah dan filosofinya perlu diperdalam,” ujarnya.

Selain itu, masukan juga disampaikan oleh tim penguji, salah satunya Dedi Ari Asfar, yang memberikan catatan dan saran terkait penguatan kajian tradisi keleleng. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi yang berlangsung interaktif, melibatkan peserta dan para penanggap materi.

Tradisi keleleng tumbuh seiring dengan kondisi geografis Teluk Pakedai yang didominasi oleh lahan pasang surut, rawa, dan gambut. Kondisi lingkungan tersebut menuntut masyarakat untuk saling bergantung dan bekerja sama agar aktivitas pertanian dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks inilah, keleleng menjadi bentuk adaptasi budaya masyarakat terhadap alam sekitarnya.

Lebih dari sekadar sistem kerja, keleleng mengandung makna sosial dan budaya yang kuat. Nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan saling tolong-menolong terus diwariskan melalui tradisi ini kepada generasi muda. Meski menghadapi tantangan modernisasi, keleleng tetap dipertahankan sebagai bagian dari identitas serta kearifan lokal masyarakat Teluk Pakedai.

Post a Comment

0 Comments