![]() |
Rumah adat Pakpak tempo dulu
(Sumber gambar: KITLV, repro oleh Matius C Sinaga) |
Oleh: Anna Maryna Sinamo | Mahasiswa Magister Sejarah Universitas Diponegoro
Masuknya pengaruh kolonialisme Belanda di daerah Tanah Pakpak (Pakpak Landen) pada 1907 menyebabkan perubahan politik dan administrasi pemerintahan yang berpengaruh hingga terbentuknya Kabupaten Dairi pasca kemerdekaan RI.
Jauh sebelum penjajahan Belanda
sampai di Tanoh (tanah) Pakpak, Sumatera Utara, telah ada tata pemerintahan
yang mengatur tata kelola di masyarakat. Walaupun saat itu belum dikenal
sebutan wilayah/daerah otonomi, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap
raja-raja adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh Takal Aur Suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap
sebagai kepala pemerintahan di setiap lebbuh/kampung. Demikian informasi
tentang sejarah singkat pembentukan Kabupaten Dairi yang tersedia di situs
resminya dairikab.go.id.
Sejak kolonial Belanda menguasai Tanoh Pakpak (Dairi) pada 1907, maka peran para pemimpin tradisional itupun akhirnya dihilangkan dan diganti dengan pejabat pemerintah kolonial. Untuk kelancaran pemerintahan, Pemerintah Hindia-Belanda membagi Onderafdeeling Dairi menjadi tiga Onder District yaitu: 1. Onder District Van Pakpak, meliputi 7 kenegerian 2. Onder District Van Simsim, meliputi 6 (enam) kenegerian dan 3. Onder District Van Karo Kampung, meliputi 5 (lima) kenegerian yang disebut dengan Dairi Landen. sedangkan Pakpak Kelasen dan Pakpak Boang akhirnya dikeluarkan dari wilayah Dairi Landen.
Menarik untuk disimak penelitian Agustono (2010), dalam disertasinya berjudul Rekonstruksi Identitas Etnik: Sejarah Sosial Politik Orang Pakpak di Sumatera Utara (1958-2008). Bahwa sejak dibaginya Dairi Landen menjadi tiga Onder District maka keterlibatan para pemimpin tradisional pun akhirnya berakhir, hal itulah yang menyebabkan putusnya generasi pemimpin di Tanoh Pakpak. Onder District yang dikepalai oleh Raja Aur kemudian diganti namanya menjadi Raja Ekuten yang memimpin kenegerian di bawah wilayahnya masing-masing. Kenegerian yang telah dibagi-bagi tersebut kemudian dipimpin kepala negeri yang harus atas persetujuan pemerintah kolonial Belanda. Kendala yang menjadikan pemimpin tradisional Pakpak yang diangkat menjadi kepala negeri itu masih buta huruf. Itulah sebabnya mereka tidak mampu menjalankan fungsi administratif dan surat menyurat, akibatnya mereka digantikan oleh para pekerja Toba yang sudah mengenyam pendidikan sejak mereka masuk ke dalam agama Kristen dari asalnya masing-masing.
Hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah kolonial segera setelah berkuasa di Tanoh Pakpak adalah segera mengadakan perubahan administrasi atas wilayah ini. Perubahan administrasi yang dilakukan pemerintah kolonial berakibat pada kepemimpinan lokal tradisional Pakpak, seperti takal aur dan pertaki. Takal aur adalah pemimpin suak atau kesatuan adat. Orang Pakpak mempunyai lima suak, yang masing-masing dipimpin oleh seorang takal aur. Pada masa itu di Tanah Pakpak ada lima takal aur, yaitu takal aur Keppas, takal aur Pegagan, takal aur Kelasen, takal aur Boang, dan takal aur Simsim. Wilayah kekuasaan takal aur bergantung pada luas wilayah suak. Demikian Kozok dalam Utusan Damai di Kemelut Perang: Peran Zending Dalam Perang Toba (2010).
Cakupan wilayah otoritas adat seorang takal aur sangat luas, dan kekuasaannya menjangkau penduduknya yang berada dalam kesatuan adat yang terpencar-pencar. Oleh karena itu, dalam menjalankan kekuasaannya, yang lebih banyak mengambil peran adalah pertaki-pertaki yang berada di wilayah kesatuan adat masing-masing. Fungsi kepemimpinan takal aur yang demikian ini, bersifat simbolik. Ia lebih sebagai pemimpin adat daripada pemimpin administratif politis. Takal aur membawahi pertaki yang berada di wilayah satu suak. Pertaki adalah pemimpin kesatuan marga di wilayah tertentu dan kedudukannya terkait dengan wewenang pembukaan huta atau kampung.
![]() |
Peta kerajaan-kerajaan di Sumatera
Utara
(Sumber: sultansinindonesieblog.wordpress.com)
Pada masa kolonial dilakukan beberapa perubahan jabatan takal aur dan pertaki yang turun-temurun berdasarkan marga, menjadi Raja Ekuten dan Kepala Negeri sesuai dengan perubahan yang telah dibuat tersebut. Selain itu, sebutan pertaki yang berasal dari bahasa Pakpak diganti menjadi kepala kampung. Meskipun berubah nama, tetapi fungsi tradisionalnya dapat dipertahankan dan jabatan kepala kampung tetap diserahkan kepada orang Pakpak. Hanya saja, siapa yang diangkat menjadi kepala kampung harus mendapat persetujuan Pemerintah Hindia Belanda, baik Raja Ekuten dan Kepala Negeri. Pemerintah Belanda telah mengubah jabatan tradisional struktural Takal Aur dan Pertaki menjadi jabatan politis Raja Ekuten dan Kepala Negeri, meskipun orang yang menempati jabatan tersebut tidak diubah pada awalnya. Akan tetapi karena ketidak cakapan mereka dalam hal tulis menulis dan administratif kemudian fungsi itu tidak berjalan sebagaimana mestinya dan harus digantikan oleh orang yang cakap dalam tulis menulis dan administrasi.
Perubahan jabatan tradisional menjadi jabatan politis berakibat pada keberadaan kesatuan adat dan marga semakin dilemahkan dan mengalami peminggiran. Hal ini karena Raja Ekuten dan Pertaki bukan lagi berdasarkan marga pemilik tanah ulayat, tetapi orang-orang yang harus atas persetujuan Belanda dan memiliki kemampuan tulis menulis dan administrasi yang kala itu masih sangat jarang dimiliki oleh orang Pakpak. Jika dicermati secara seksama, terdapat pengerdilan wilayah etnik Pakpak diera kolonialisme Belanda. Pengerdilan dimaksud adalah: 1) melepaskan sebahagian aur Tarabintang, Parlilitan dan Pakkat dari suak Kelasen ke Tapanuli Utara kini menjadi Humbang Hasundutan, 2) melepaskan wilayah aur Manduamas dan Barus dari suak Keppas ke Tapanuli Tengah, 3) melepaskan aur Simpang Kanan, Lipat Kajang, Singkil, Simpang Kiri, Bilegon, dan Rundig dari suak Boang ke Aceh Selatan, dan 4) melepaskan aur Tongging, Pegagan Jahe dan Tanah Pinem dari suak Pegagan ke Tanah Karo.
Sejak saat itu, wilayah yang disebut dengan Onderafdeeling Pakpaklanden hanya menyisakan 3 suak yakni Simsim, Pegagan dan Kepas. Wilayah inilah yang kemudian pada tahun 1964 dibentuk menjadi Kabupaten Dairi. Selanjutnya, ketika Kabupaten Dairi dimekarkan tahun 2003, maka Kabupaten Dairi menyisakan 2 suak etnik Pakpak yakni Kepas dan Pegagan, sementara Kabupaten Pakpak Barat terdiri dari satu suak yakni Simsim.
0 Comments